CERMIN ALLAH

Minggu, 4 Maret 2012

Bacaan : 2 Korintus 3

3:1. Adakah kami mulai lagi memujikan diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu?

3:2 Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.

3:3 Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.

3:4 Demikianlah besarnya keyakinan kami kepada Allah oleh Kristus.

3:5 Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.

 

3:6. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.

3:7 Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh batu. Namun demikian kemuliaan Allah menyertainya waktu ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya. Jika pelayanan itu datang dengan kemuliaan yang demikian

3:8 betapa lebih besarnya lagi kemuliaan yang menyertai pelayanan Roh!

3:9 Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran.

3:10 Sebenarnya apa yang dahulu dianggap mulia, jika dibandingkan dengan kemuliaan yang mengatasi segala sesuatu ini, sama sekali tidak mempunyai arti.

3:11 Sebab, jika yang pudar itu disertai dengan kemuliaan, betapa lebihnya lagi yang tidak pudar itu disertai kemuliaan.

 

3:12. Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian,

3:13 tidak seperti Musa, yang menyelubungi mukanya, supaya mata orang-orang Israel jangan melihat hilangnya cahaya yang sementara itu.

3:14 Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya.

3:15 Bahkan sampai pada hari ini, setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung yang menutupi hati mereka.

3:16 Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya.

3:17 Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.

3:18 Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.

 

CERMIN ALLAH

Mendengar “Just Do It” kita teringat pada sepatu olahraga Nike. Mendengar “Enak Dibaca dan Perlu” kita teringat pada majalah berita mingguan Tempo. Mendengar “Life Is Good” kita teringat pada produk eletronik LG. Kita mengenal produk-produk yang diiklankan, tetapi biasanya tidak tahu orang atau agen periklanan yang mencetuskan kalimat pengingat yang mewakili produk tersebut.

 

Seperti peran agen periklanan bagi produk iklannya, demikianlah kira-kira peran kita bagi Allah. Paulus menggambarkannya sebagai “mencerminkan kemuliaan Tuhan”. Dalam terjemahan lain, misalnya versi King James, dikatakan “memandang kemuliaan Tuhan seperti di dalam cermin”. Manakah yang betul? Paulus memakai istilah bahasa Yunani katoptrizomai yang dapat diartikan keduanya. Ia mengacu pada pengalaman Musa di Gunung Sinai. Di atas gunung, Musa memandang sekilas kemuliaan Allah. Ketika ia turun dari gunung, “cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya” (ayat 7). Dengan memandang kemuliaan Tuhan, Musa memancarkan kemuliaan-Nya. Dengan memandang kemuliaan Tuhan, kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.

 

Paulus hendak mendorong kita untuk hidup berpusat pada Tuhan. Kita memandang Tuhan antara lain dengan meluangkan waktu untuk bersekutu secara pribadi dengan Dia. Selanjutnya, dalam interaksi keseharian dengan sesama, kita mesti mencerminkan kemuliaan Tuhan melalui sikap, pikiran, ucapan, dan tindakan kita. –ARS

MEMANDANG KEMULIAAN ALLAH DAN MEMANCARKANNYA

ADALAH

KEBAHAGIAAN TERTINGGI BAGI MANUSIA.

Dikutip : www.sabda.org

 

HIDUP ARIF

Senin, 19 Desember 2011

Bacaan : Efesus 5:15-21

5:15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,

5:16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.

5:17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.

5:18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,

5:19 dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.

5:20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita

5:21. dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

HIDUP ARIF

Ada sebagian orang yang menjalani hidupnya dengan “tawar” segala sesuatu ia biarkan berjalan seadanya; hingga tiba-tiba segala sesuatu lenyap tanpa bekas dan tanpa makna. Hari-harinya berlalu begitu saja. Tahu-tahu umur sudah makin bertambah dan akhirnya tinggal rasa sesal berkepanjangan yang menguasai hari-harinya di usia senja. Orang semacam ini hidup, tetapi tidak sungguh-sungguh hidup. Menurut Anthony de Mello, orang semacam ini seperti sedang “tidur” dalam hidupnya.

Dalam istilah Paulus, orang yang tidak saksama memperhatikan hidup disebut orang bebal. Ia hanya memancarkan kekelaman dan kesuraman dari hidupnya. Orang yang berkebalikan dengan itu disebut orang arif. Tentu kita tidak suka dijuluki orang bebal. Akan tetapi, menjadi orang yang arif sangatlah tidak mudah. Orang arif itu “cakap mempergunakan waktu, selalu rindu mengerti kehendak Tuhan, dan menjaga diri dari hal-hal yang memabukkan. Ia penuh roh, berkata-kata penuh makna dan berkat, serta mampu bersyukur dalam segala keadaan. Ia juga hidup rendah hati karena meneladani Kristus.” Sebuah daftar yang sangat panjang, bukan? Akan tetapi, sebenarnya daftar itu dapat diringkas; yakni bahwa orang arif itu mengalami, kemudian memancarkan keilahian Kristus dalam pemikiran, perkataan, dan tindakannya. Maka, dari hidupnya “terpancar cahaya Kristus” (ayat 14).

Apa yang kita pancarkan kepada dunia ini: pantulan cahaya Kristus atau kesuraman hati? Apa hasrat yang paling kuat menarik kita: hidup untuk membagikan terang Kristus kepada sesama atau sekadar membuang waktu tanpa makna? –DKL

KETIKA HIDUP DIJALANI DENGAN ARIF MAKA TAK SIA-SIA KITA DIHADIRKAN DI DUNIA INI

Dikutip : www.sabda.org

KHOTBAH FAVORIT

Sabtu, 6 Februari 2010

Bacaan : Yunus 3

3:1. Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian:

3:2 “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.”

3:3 Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan besarnya, tiga hari perjalanan luasnya.

3:4 Mulailah Yunus masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya, lalu berseru: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.”

3:5. Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung.

3:6 Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu.

3:7 Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: “Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air.

3:8 Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya.

3:9 Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa.”

3:10 Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.

KHOTBAH FAVORIT

Sebagian orang kristiani memiliki pengkhotbah favorit. Atau, tema-tema khotbah favorit. Tema khotbah macam apa yang kita sukai? Panjang atau pendek? Lucu atau serius? Khotbah yang mendatangkan teguran keras atau khotbah yang menyejukkan hati? Tentu bukan dosa jika kita memiliki tema-tema khotbah favorit. Namun, yang perlu kita ingat adalah bahwa bukan khotbah-khotbah itu yang utama dan penting, melainkan respons kita pada khotbah yang disampaikan. Sebagus apa pun sebuah khotbah, tak akan ada maknanya jika kita tidak berespons.

Ketika diutus ke Niniwe, sebenarnya Yunus juga menyampaikan “khotbah” yang sederhana dan pendek. Tidak memakai kata-kata yang indah dan panjang. Hanya menyampaikan berita penghukuman Tuhan bagi bangsa Niniwe (ayat 4). Niniwe bisa saja tidak mendengar “khotbah” Yunus. Mereka tidak kenal Yunus. Atau, bisa saja mereka marah dan memaki Yunus karena bersikap tidak sopan — tak ada angin tak ada badai, tiba-tiba menyampaikan berita penghukuman. Namun, bangsa Niniwe merespons khotbah Yunus dengan penyesalan dan pertobatan. Raja mengumumkan hari berkabung dengan melakukan puasa massal bagi seluruh negeri sebagai tanda penyesalan (ayat 7). Dan, respons tersebut diterima dengan baik oleh Allah.

Sebagian gereja mencantumkan pujian respons, doa respons, atau saat teduh setelah khotbah dalam tata ibadahnya. Hal tersebut dibuat bukan sekadar “pemanis” tanpa makna, melainkan sebagai pengingat bahwa setiap firman Allah yang diberitakan harus kita respons dengan baik. Bersyukurlah jika firman-Nya memberi kekuatan baru. Bertobatlah jika firman-Nya menegur kita dengan keras –RY

KHOTBAH BUKAN UNTUK DIDENGAR DAN DILUPAKAN

MELAINKAN UNTUK DIRESPONS DAN DITERAPKAN

Sumber : www.sabda.org